8/03/2013

Ku tunggu takdir indah itu



Detak jantung Dendi berdebar keras tak terkendali. Tertunduk, terpaku pada secarik kertas daftar nama-nama siswa dikelasnya. meski memandang namun entah kemana arah pikiran dia melayang.  kala itu acara
perpisahan kelas IIIA segera berakhir di rumah salah satu teman kelasnya.
“Tapi aku nggak ingin moment ini menjadi moment perpisahan untuk selamanya, ingin kupegang erat tangannya.tapi bagaimana aku harus melakukannya sedangkan dia seorang perempuan yang tak tersentuh oleh yang bukan muhrimnya...”  pikir Dandi sambil mengusap telapak tangannya yang basah oleh keringat dingin ke celana jean hitam yang ia kenakan.
Ajakan sang ketua kelas untuk segera memanjatkan doa spontan membuat tubuh Dandi berdiri. Doa pun segera dipanjatkan, semua tertunduk kidmat sempurna. Saat itu kekuatan pikiran Dendi sangat besar untuk harus menemui Anissa dan mengucapkan salam perpisahan untuknya.
 “Aamiin...” serentak riuh tanda berakhirnya doa.
 satu persatu tangan mereka  berjabat erat. sebuah simbol salam perpisahan yang diharapkan akan tersambung kembali kelak. linangan air mata yang sebenarnya enggan untuk mereka tampakkan, akhirnya terluap. suasana redup kini menghipnotis para mantan siswa SMU Negeri 1 Banjarnegara itu, terlebih beberapa detik setelah tuan rumah memutar salah satu tembang kisah klasik untuk masa depan dari SO7.
 keresahan Dendi membuat ia harus segera bertindak. ya, menemui Anissa gadis berjilbab, teman sekelas sejak mulai mereka dikelas satu SMU.  langkah halus penuh kebimbangan  terus berjalan mendekati  gadis Impiannya yang sudah tiga tahun terpendam di lubuk hatinya. kesadaran akan dirinya yang bertingkah konyol,bandel,bodoh dan mungkin jauh dari karakter pria yang Anissa idamkan membuat perasaan itu tak mampu keluar dari mulut Dendi.  dan  tiba waktunya mereka berhadap-hadapan di jendela samping rumah itu.
“ Assalamu alaikum Nis” salam Dandi
“wa alaikum salam warohmatullohi wabarokatu Den, gimana kabarmu?” Sambut Anissa
beberapa saat keheningan terjadi...
“Nis, kumohon kali ini kamu mau berjabat tangan dengan ku” harap Dandi
“ Den... aku belum bisa memenuhi  permintaanmu ini, kamu tau aku Den“. jawab Anissa dan hanya mengulurkan tangan sembah tanpa bersentuhan
“Tapi Nis, kali ini kan beda. aku gak tau lagi kapan kita akan...“ ucap Dendi
“Den....“ . tegas Anissa yang memotong kata-kata Dandi sambil memandang tajam matanya
sejenak keheningan itu terjadi lagi. Hati Dendi seakan tertimpa batu yang berton-ton beratnya.
“Aku sadar Nis, aku gak layak” ucap Dendi dengan nada redup sambil menelan ludah yang terasa sangat berat.
“Den.... kamu orang baik, ini adalah hukum dan rahasia Tuhan yang sebenarnya tetap adanya. setiap bagian tubuh manusia adalah milikNYA. sebelum memberikan sesuatu dariNYA, harus ada janji suci di hadapanNYA” ucap Anissa yang kali ini nampak begitu serius. Dendi pun menghargai perkataan Anissa dengan lebih baik diam. Anissa pun segera beralih dari Dendi untuk membantu sang tuan rumah untuk membersihkan barang pecah belah yang kotor sehabis dipakai dalam acara perpisahan itu. kekakuan,kebisuan, dan kekosongan pikiran Dandi tak terhindarkan meskipun gemuruh suara knalpot dari motor teman-temannya silih berganti meninggalkan tempat itu.
“Apa arti kata-kata dia?aku tau kalau dia memang belum pernah berpacaran, bahkan berjabat tangan sekalipun kepada pria, atau berdiskusi soal cinta.Namun aku tidak begitu mengerti, ada yang sedikit janggal yang tidak biasa aku peroleh dari dia tadi. mencaci,memuji, atau...ah,    tapi setidaknya, setiap kata-kata yang terucap mampu membuatku damai. sungguh tak tau pasti...apakah kata-katanya ataukah wajah indahnya yang membuatku damai. namun kedamaian itu yang justru membuatku tak tenang. Dia seakan membelai jiwaku namun terasa remuk sampai tulang”.bisik hati Dendi
beberapa menit berlalu, tak lebih dari setengahnya saja yang masih berada dirumah itu. saatnya Anissa berpamitan kepada tuan rumah dan seluruh teman-temannya. sementara Dendi masih berdiri lesu di jendela samping.namun saat keheningan hati  Dendi terjadi, tak disangka Anissa berjalan kembali ke arah Dendi sembari berkata santun,
“ kalau memang takdir mempertemukan kita, tangan ini akan ada padamu Den”.
sekejap itu mata Dandi terbuka lebar,debaran jantungnya berubah kencang. raut mukanya menandakan senyuman penuh harapan.
Anissa pun langsung pergi meninggalkan tempat itu dengan tatapan haru untuk Dendi. dia menumpang  motor salah satu teman perempuannya. Anissa segera mengenakan helm , menata jilbab birunya kemudian duduk dengan kedua kaki menyamping. tampak rapi, anggun dan cantik.
“Nissa…!! “ teriakan Dandi yang seakan membisikkan rasa sayang kepada Anissa membuat perempuan berjilbab itu tersenyum dengan berjuta makna.
tempat itu pun semakin sepi, hanya beberapa motor saja yang masih tersisa. akhirnya Dendi pun berpamitan kepada sang Tuan rumah dan segera mengambil kunci motor dari sakunya. Dendi tergeleng beberapa kali. antara lesu dan tersenyum, dia mencoba tegar.
“Tuhan, jika memang Takdirmu Indah, aku mampu bertahan untuknya”  ucapan redup terakhir kali Dendi di tempat itu.

2 komentar:

  1. romantisme yang sangat Islami. Indah dan tidak menggebu-gebu. Terlalu serius untuk anak muda masa kini. Tetapi tetap indah

    BalasHapus